Sesungguhnya fenomena berpaling dari komitmen pada
agama ini sungguh telah menyebar di kalangan kaum muslimin. Berapa banyak
manusia mengeluh akan kerasnya hati setelah sebelumnya tentram dengan berdzikir
pada Allah, dan taat kepada-Nya. Dan berapa banyak dari orang-orang yang dulu
beriltizam (komitmen pada agama) berkata, "Tidak aku temukan lezatnya ibadah
sebagaimana dulu aku merasakannya", yang lain bekata, "Bacaan al-qur'an tidak
membekas dalam jiwaku", dan yang lain juga berkata, "Aku jatuh ke dalam
kemaksiatan dengan mudah", padahal dulu ia takut berbuat maksiat.
Dampak
penyakit ini nampak pada mereka, diantara ciri-cirinya adalah :
1. Mudah
terjatuh dan terjerumus dalam kemaksiatan dan hal-hal yang diharamkan (Allah),
bahkan dia terus melakukannya padahal dahulu dia sangat takut terjerumus
kedalamnya.
2. Merasakan kerasnya hati, nasehat tentang kematian tidak
berbekas sama sekali dalam hatinya, demikian juga melihat jenazah dan
kuburan.
3. Tidak mantap dalam beribadah, sehingga anda (akan mendapati
orang seperti ini) tidak menemukan "kelezatan" dalam menunaikan sholat, membaca
al-Qur'an, dan lainnya, serta malas (melakukan) ketaatan dan ibadah, bahkan
mengabaikannya dengan mudah, padahal ia dulu giat serta bersemangat
melakukannya.
4. Lalai dari berdzikir kepada Allah, serta tidak menjaga
lagi dzikir-dzikir syar'iyah (seperti dzikir pagi dan petang, pent) padahal dulu
ia giat dan bersemangat melakukannya.
5. Memandang rendah kebaikan dan
tidak perhatian kepada amal kebajikan yang mudah dilakukan padahal dulu dia
orang yang paling teguh dan rajin.
6. Selalu dibayangi oleh rasa takut
pada waktu tertimpa musibah atau problematika, padahal dulu ia tegar serta teguh
imannya kepada takdir Allah.
7. Hatinya cenderung kepada dunia dan
sangat mencintainya hingga ia akan merasa sangat sedih sekali jika ada sesuatu
dalam kehidupan dunia ini yang luput darinya, padahal dulu ia sangat terikat
kepada akhirat dan kepada kenikmatan yang ada di dalamnya, Allah Ta'ala telah
berfirman :
"Tetapi kalian memilih kehidupan dunia, sedang kehidupan
akherat adalah lebih baik dan lebih kekal." ( al-A'la : 16-17 )
8.
Terlalu berlebihan dalam memperhatikan kehidupan dunianya baik dalam masalah
makan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan kendaraan, padahal dulu ia lebih
mengutamakan untuk mempercantik akhlaqnya dan untuk komitmen serta berpegang
teguh pada agama.
Masih banyak lagi sebenarnya dampak penyakit ini. Dan
sungguh Nabi r telah berlindung dari al-Haur ba'da al Kaur. Dari 'Abdullah bin
Sarjas a ia berkata,
"Rasulullah r jika bepergian berlindung dari kesukaran
perjalanan, kesedihan saat kembali dan dari al-Haur ba'da al Kaur (lemah/malas
dalam beribadah setelah dulunya semangat/rajin)."
Dalam riwayat
at-Tirmidzi :
"... dan dari al haur ba'da al kaun..".
Berkata Nawawi,
"Kedua hadits ini adalah hadits yang disebutkan oleh para ahli hadist, ahli
bahasa dan ahli gharibul hadits/lafadh asing dalam hadits." (Syarh Muslim 9/119)
Lalu apakah makna al-Haur ba'da al-Kaur?
Ibnul Faris berkata :
"al-Haur" artinya adalah : kembali, Allah berfirman :
"Sesungguhnya ia
menyangka bahwa ia sekali-kali tidak akan kembali, tetapi tidak..." (al-Insyqaaq
: 14)
Orang Arab berkata :
Maknanya kebatilan itu kembali dan
berkurang.
Jika dikatakan :
"Kami berlindung kepada Allah dari al
haur.
Makna al-Haur adalah berkurang setelah bertambah. (Mu'jamu Maqayis
al-Lughah 2/117)
Ibnu Mandzur menjelaskan dalam "Lisanul 'Arob" (4/217),
ia berkata : "Dan dalam hadits :
"Kami berlindung kepada Allah dari al Haur
setelah al Kaur"
Maknanya adalah dari berkurang setelah bertambah, atau dari
kerusakan urusan kami setelah kebaikan.
At-Tirmidzi menafsirkan dengan
perkataannya : "Dan makna perkataannya : 'al-Haur ba'da al-Kaun atau al-Kaur,
kedua kata itu (al-Kaun dan al-Kaur) mempunyai satu arti, yaitu
kembali/berpaling dari keimanan menuju kekafiran, dari ketaatan menuju
kemaksiatan.'" (Sunan at-Tirmidzi 498/5)
Kalau begitu, makna al Haur
ba'da al Kaur adalah perubahan keadaan manusia dari iman kepada kekafiran, atau
dari takwa dan kebaikan kepada perbuatan rusak dan buruk, atau dari hidayah
kepada kesesatan. Dan dalam hal ini manusia berbeda-beda tingkatannya, maka jika
seseorang mundur/berpaling ke belakang dikhawatirkan ia menutup akhir
kehidupannya dengan hal yang buruk.
Dan satu hal yang telah diketahui
bahwa amal-amal (seseorang) dilihat pada akhir kehidupannya, dari Sahl bin Sa'ad
a, bahwa Nabi bersabda :
"Sesungguhnya seorang laki-laki dulunya beramal
dengan amal penghuni neraka, dan sesungguhnya ia adalah penghuni surga, dan ia
dulu mengerjakan amalan penghuni surga, padahal ia adalah penghuni neraka,
sesungguhnya amal-amal itu (tergantung) pada akhirnya." (HR. al-Bukhari
6607)
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah berkata :
"Sesungguhnya ada
seseorang yang dia beramal dengan amalan penghuni surga dalam jangka waktu yang
lama tapi diakhir hayatnya dia melakukan perbuatan penghuni neraka dan ada juga
orang yang dahulunya berbuat perbuatan penghuni neraka tapi dia akhiri hidupnya
dengan perbuatan penghuni surga." (HR. Muslim 2651 dan Ahmad).
Nash-nash
hadits diatas dan selainnya menerangkan kepada kita bahwa yang paling menentukan
amal seseorang itu bukan dari apa yang dilakukannya semasa hidupnya tetapi dalam
keadaan bagaimana ia mengakhiri hidupnya.
Oleh karena itu pembahasan
masalah ini sangat penting sekali, jangan sampai ada seseorang diantara kita
yang mengira ia telah sukses melalui jembatan dan sampai di daratannya dengan
aman disebabkan komitmennya terhadap agama, serta selamat dari kesesatan dan
dari al Haur ba'dal Kaur.
Keteguhan/kekokohan hanya dari Allah semata.
Allah menguatkan/meneguhkan nabi-Nya, Dia berfirman :
"Dan kalau Kami tidak
memperkuat (hati) mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka".
(al-Isra' : 74)
Oleh karena itu Rasulullah r mengajarkan kepada kita agar
kita memohon pertolongan kepada Allah I agar Dia mengokohkan kita diatas agama
Islam, beliau r bersabda :
"Wahai yang meneguhkan hati, teguhkanlah hati kami
diatas agama-Mu" (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Dan sering kali beliau r
berkata tatkala bersumpah :
"Tidak, demi Dzat Yang Membolak-balikkan hati."
(HR al-Bukhari 7391)
Diantara doa nabi r :
"Wahai yang memalingkan
hati, palingkanlah hati kami untuk taat kepadamu." (HR Muslim
2654)
Seorang yang beriman harus berusaha memeriksa hatinya dan
mengetahui penyakit serta penyebab sakit hatinya, dan berusaha untuk
mengobatinya sebelum hatinya menjadi keras dan akhir hidupnya menjadi jelek.
Maka apa penyebab al-Haur ba'dal Kaur ? dan apa obatnya ?
Sebab-sebab
al-Haur ba'dal Kaur adalah :
1. Lemah Iman.
Lemah iman adalah penyebab
kerasnya hati, mudah jatuh dalam kemaksiatan dan malas dari ketaatan, tidak
mendapatkan pengaruh dari (membaca) al-Qur'an dan shalat. Lemah iman juga
mengurangi rasa takut dia kepada Allah I. Lemah iman juga penyebab banyaknya
terlibat debat dan berbantah-bantahan, tidak adanya perasaan merasa bertanggung
jawab kepada Allah I dan beberapa fenomena lainnya. H
al ini juga
disebabkan sikap menjauh dari teman yang shalih serta majelis ilmu, dan
tersibukkan dengan urusan-urusan dunia serta panjang angan-angan, dan terjerumus
dalam hal-hal yang di haramkan. Maka apabila iman seseorang lemah, maka
berubahlah keadaannya, dari hal yang baik & istiqamah menjadi tersesat dan
berpaling. Maka suatu keharusan (bagi seorang muslim yang merasakan lemahnya
iman) untuk mengobatinya. Caranya adalah dengan ikhlas (kepada Allah) dan
membaca serta merenungkan al-Qur'an kemudian takut kepada (siksaan) Allah I dan
bertaubat dari dosa, kemaksiatan, takut terhadap akhir kesudahan yang buruk
serta mengingat mati dan akhirat.
2. Jauh Dari Suasana Yang Penuh Dengan
Keimanan.
Seperti majelis ilmu, masjid, al-Qur'an, teman yang shalih, shalat
malam, dzikir dan lainnya. Jauh dari suasana yang penuh keimanan ini akibatnya
adalah berbalik kebelakang (kembali kepada kemaksiatan). Maka apabila seseorang
jauh dari temannya yang shalih dalam waktu yang lama lantaran bepergian jauh
atau suatu tugas atau semisalnya ia akan kehilangan suasana yang penuh keimanan
yang mengakibatkan lemahnya iman dan tidak iltizam lagi, apabila ia tidak segera
memperbaiki jiwanya.
Berkata al-Hasan al-Basri : " Teman-teman kita
lebih mahal (nilainya) dibanding dengan keluarga kita, (hal ini disebabkan)
karena keluarga kita hanya mengingatkan kita kepada dunia, sedangkan teman-teman
kita mengingatkan kita kepada akhirat". Maka selayaknya seorang muslim menjaga
komitmennya terhadap agama dengan cara bersungguh-sungguh dan berusaha menjumpai
lingkungan yang penuh keimanan.
3. Pengaruh Lingkungan (Yang Jelek)
Jika seorang yang beriltizam berada ditengah lingkungan jelek, yaitu ia
hidup bercampur dengan manusia yang bangga dengan kemaksiatan yang dilakukannya
dan asyik berdendang dengan lagu-lagu & nyayian, merokok, membaca majalah,
lidahnya menggunjing & mencela orang yang beriman, dan apabila ia menghadiri
suatu majlis undangan atau acara pernikahan (dikalangan mereka), didapatinya
kemungkaran, pembicaraan-pembicaraan mengenai perdagangan, jabatan, harta serta
masalah-masalah dunia yang mengakibatkan terjatuhnya hati dalam cinta yang
mendalam pada dunia, jika demikian keadaannya maka hati berubah menjadi keras,
dan akhirnya berbalik dari komitmen terhadap agama dan kebaikan kepada cinta
dunia dan kemaksiatan.
Dan apabila ia diuji dengan harta, dengan istri
yang lemah imannya atau anak-anak yang sama dengan ibunya dia tidak mampu teguh
bahkan mundur dan meninggalkan kebaikan dan keistiqomahan. Jika dia berkumpul
dengan keluarga, tetangga dan teman-temannya yang jelek, mendengar kata-kata
yang menyakitkan, ejekan, dan mendapatkan nasehat-nasehat yang menghalanginya
untuk beriltizam, maka akibatnya ia mundur dari beriltizam dan berbalik hingga
merugi di dunia dan di akhirat.
4. Lemah Dalam Pendidikan Yang Benar
(Sesuai Agama).
Jika seorang muslim tidak menjaga dirinya dengan
pemeliharaan, pendidikan dan perjuangan, ia akan mundur dan berbalik. Maka ia
harus meluangkan waktunya sesaat untuk bertaqarrub/mendekatkan diri kepada
Allah, menginstropeksi dirinya, mohon ampun dan bertaubat. Dan ia harus
meluangkan waktu untuk mendapatkan ilmu agama, mempelajarinya, membacanya dan
mengulangi pelajarannya. Dan ia harus meluangkan waktunya sesaat untuk
berdakwah, sesaat untuk berdzikir dan membaca al-Qur'an, hingga ia dapat menjaga
amalannya itu.
5. Memandang Remeh Dosa-Dosa Dan Perbuatan Maksiat.
Abdullah bin Mubarak berkata :
Aku melihat dosa-dosa itu mematikan
hati,
Mengerjakannya terus-menerus menimbulkan kehinaan
Adapun
meninggalkan dosa adalah kehidupan bagi hati
Dan mendurhakai dosa adalah baik
bagi jiwamu
Ibnul Qayyim v berkata :
"Sesungguhnya diantara dampak
negatif dosa adalah melemahkan perjalanan hati (seseorang) menuju negeri akhirat
atau menghalanginya atau memutuskannya dari perjalanan itu. Dan kadang kala dosa
juga bisa memutar balikkannya ke arah belakang (maksiat dan kekufuran). Hati itu
akan berjalan menuju Allah dengan kekuatannya, jika hati itu sakit lantaran
dosa-dosa lemahlah kekuatan yang menjalankannya". (al-Jawabul Kahfi hal
140)
Meremehkan dosa-dosa akan berdampak buruk bagi seseorang,
diantaranya menyebabkan bertambahnya dosa, menjauhkan seseorang dari jalan
taubat, dan mengajak untuk tidak menjauh dari pelaku dosa. Lalu ia akan asyik
bersahabat dan duduk bersama mereka (para pelaku dosa dan maksiat). Bahkan
dosa-dosa tersebut mengajaknya untuk menjauh dari orang shalih dan bertaqwa. Dan
ini adalah penyebab utama seseorang tidak istiqomah di atas jalan yang
lurus.
6. Tertipu Dan Kagum Terhadap Diri Sendiri
Tidak diragukan lagi
bahwa menghadiri majelis ilmu dan berteman dengan orang shalih menunjukkan bahwa
pada diri orang tersebut terdapat kebaikan, akan tetapi jika telah masuk
perasaan tertipu dan bangga terhadap diri sendiri maka hal ini akan memberi
pengaruh jelek terhadap pelakunya. Jika sudah demikian, ia akan merasa telah
sempurna dan tidak merasa butuh berbuat kebaikan dan beramal shalih lagi. Dan
jika seseorang telah kagum terhadap dirinya sendiri maka akan hilang dari
dirinya perasaan takut terhadap akhir kesudahan yang jelek dan ia akan merasa
aman terhadap kesesatan setelah mendapatkan petunjuk. Hal ini merupakan tanda
lemahnya hati dan penyebab seseorang itu mundur kebelakang tidak istiqamah lagi.
Jika seseorang kagum terhadap dirinya ia akan tersibukkan dengan mencari
aib-aib orang lain dan menyepelekan untuk memperbaiki aib dalam dirinya. Maka
seseorang harus mengobati jiwanya dengan membuang rasa bangga terhadap diri
sendiri kemudian bersikap tawadhu', takut serta memperbaiki aibnya dan bertaubat
kepada Allah Ta'ala.
7. Berteman Dengan Orang-Orang Jahat
Seorang
teman mempunyai peranan penting dalam membentuk serta mempengaruhi kepribadian
sahabatnya. Jika seorang teman melihat film-film dan majalah-majalah yang
memberikan mudharat/bahaya (bagi agamanya), mendengarkan lagu-lagu dan musik,
maka ia akan mempengaruhi sahabatnya. Dan terkadang hal-hal yang dilakukan
temannya menyelisihi syariat agama tapi ia berbasa-basi dan tidak
mengingkarinya, terkadang ia melihat temannya tidak taat beribadah dan
meninggalkan sunnah-sunnah nabi, maka ia pun terpengaruh dan meninggalkan
keistiqamahannya.
Oleh karena itu seseorang harus memilih teman yang
shalih yang membantunya untuk taat kepada Allah, dalam hadits yang shahih
disebutkan bahwa :
"Seseorang itu mengikuti agama temannya, maka hendaknya
seseorang melihat siapa temannya".
8. Ada sebab-sebab lainnya yang
menyebabkan seseorang meninggalkan keistiqomahan, diantaranya :
# Lemahnya
kesungguhan dalam berpegang teguh (terhadap agama) dan tidak sabar atas
kesulitan-kesulitan dan musibah yang menimpanya.
# Panjang angan-angan,
berlebih-lebihan dalam menerapkan hukum agama terhadap dirinya diluar batas
kemampuan (ekstrim).
# Penyakit-penyakit hati dan lisan yang menimpanya.
#
Kepribadian yang lemah dan sikap selalu mengekor kepada orang lain.
#
Kegagalan-kegagalan yang menimpa pada masa lalu dan dia sulit keluar
darinya.
Lalu Bagaimana Cara Penyembuhannya?
Disaat kita menyebutkan
hal-hal yang menyebabkan ketidak istiqamahan, kita juga menemukan cara-cara
untuk mengobatinya :
Lemah iman obatnya adalah menguatkan keimanan. Penyakit
menjauhi dari lingkungan yang penuh dengan suasana keimanan obatnya adalah
mencari dan menjaga serta meningkatkan lingkungan yang penuh dengan suasana
keimanan. Penyakit yang disebabkab oleh lingkungan (yang jelek) obatnya adalah
sabar serta menambah keistiqamahan dan bersandar kepada Allah. Lemah dalam
pendidikan yang benar obatnya adalah bersungguh-sungguh dalam mencari pendidikan
yang benar sesuai dengan agama dan mengatur waktu serta bersungguh-sungguh
memperbaiki jiwa. Dosa-dosa dan maksiat obatnya adalah taubat dan mohon ampun
dan tidak meremehkan dosa-dosa tersebut.
Adapun penyakit hati dan lisan
yang mengakibatkan perbuatan jelek maka obatnya adalah membebaskan diri darinya
dan dengan bertaubat yang benar. Adapun teman yang jelek maka obatnya adalah
memilih teman yang baik dan shalih.
Adapula Cara Lainnya Untuk Mengobati
Sikap Tidak Istiqamah
1. Ikhlas dan jujur kepada Allah, hal ini adalah sebab
terpenting untuk istiqamah dan menjadi baik:
Ibnul Qayyim berkata :
"Sesungguhnya yang mendapatkan kesulitan dalam meninggalkan maksiat yang
disukainya dan yang sering dilakukannya adalah seseorang yang meninggalkannya
bukan karena Allah. Adapun seseorang yang meninggalkan hal tersebut dengan
jujur, ikhlas dari hatinya karena Allah, ia hanya merasakan kesulitan di awal
kali ia meninggalkannya. Ini semua untuk mengujinya, apakah ia jujur dalam
meninggalkannya ataukah hanya berdusta, jika ia sabar dalam menghadapi kesulitan
ini sebentar saja, ia akan memperoleh kelezatannya". (Al-Fawaid : 99)
2.
Takut kepada akhir kesudahan/kematian yang jelek (su'ul khatimah)
Seorang
yang beriman dan jujur harus takut dari akhir kesudahan yang buruk, dan waspada
dari penyebabnya. Allah I berfirman :
"(Ya Allah) wafatkanlah aku dalam
keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang salih". (Yusuf :
101)
Suatu malam Sufyan ats-Tsauri v menangis hingga subuh, tatkala ia
ditanya, ia menjawab :
"Sesungguhnya aku menangis karena takut su'ul khatimah
/ mati dalam keadaan beramal buruk". (Kitabul aqibah, karya Abdul Haq al-Isbaili
178)
Al-Imam al-Barbahari v berkata :
"Dan ketahuilah, bahwa sepatutnya
seseorang ditemani perasaan takut selamanya, karena ia tidak mengetahui mati
dalam keadaan bagaimana, dengan amalan apa ia mengakhiri hidupnya, dan bagaimana
ia bertemu Allah nantinya sekalipun ia telah mengamalkan segala amal kebaikan.
(Syarhu Sunnah 39)
Rasa takut dari akhir kesudahan yang buruk memiliki
banyak dampak positif. Perasaan ini akan mendorong seseorang untuk berserah diri
kepada Allah I serta menghadap kepada-Nya dengan selalu berdoa kepada-Nya.
Perasaan takut ini akan mengajaknya untuk bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan
menambah sikap istiqamah dan kebaikan, dan takut dari berbalik mundur
kebelakang.
3. Berdoa
Berdo'a kepada Allah agar melindungi kita dari
"al-haur badal kaur". Nabi r berdo'a :
"Dan kami berlindung dari al-haur
badal kaur" (HR Ahmad dan Muslim 1343, Tirmidzi, Nasai dan lainnya)
Nabi
r juga banyak berdoa :
"Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati kokohkanlah
hatiku diatas agama-Mu" (HR Tirmidzi)
Kita juga diperintah untuk memohon
kepada Allah I agar Dia memperbaharui keimanan dalam hati kita, Rasulullah r
bersabda :
"Sesungguhnya iman dapat menjadi usang dalam rongga (hati) kalian,
sebagaimana baju dapat menjadi usang, maka mintalah kepada Allah agar Dia
memperbaharui keimanan dalam hati kalian". (HR Hakim, terdapat juga dalam
as-silsilah as-Shahihah karya al-Albani no 1585), maka hendaknya kita
memperbanyak berdoa kepada Allah.
4. Kontinyu dalam beramal shalih dan
memperbanyak amal shalih.
Sesungguhnya amal shalih yang dilakukan secara
kontinyu oleh seseorang adalah lebih disukai oleh Allah, sebagaimana sabda Nabi
:
"Amal yang paling disukai Allah adalah yang kontinyu walaupun sedikit
...." (Muttafaqun alaihi)
Jika seorang muslim kontinyu dalam beramal
shalih sesungguhnya ia akan hidup dalam kebaikan dan keistiqamahan, jika ia
lemah dan tertimpa rasa putus asa, maka amal-amal kebaikan yang ia lakukan
secara kontinyu ini akan menjadi tiang penyangga untuk istiqamah, mengembalikan
jiwa (yang putus asa), dan menguasai jiwanya. Maka sepatutnya bagi seorang
muslim untuk memperhatikan dalam mengerjakan amal-amal shalih beberapa perkara
ini :
a. Bersegera dan berlomba-lomba dalam beramal shalih, Allah berfirman
:
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga ..."
(Ali Imran : 133)
b. Dan terus beramal shalih serta menjaganya
:
"Senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku (Allah) dengan
amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya..." (HR Bukhari 6137)
c.
Lalu bersungguh-sungguh dalam beramal shalih dan memperbanyaknya kemudian
bervariasi dalam beramal shalih supaya tidak membosankan jiwanya.
5. Ibnu
Mas'ud berkata :
"Dahulu Nabi r tidak terus menerus dalam memberi nasehat
lantaran khawatir kejenuhan menimpa kami". (Bukhari 68)
Maka seorang
muslim harus mengambil bagian untuk duduk dalam majelis ilmu yang memberikannya
nasehat, dan dibacakan kepadanya kitab-kitab tentang hal itu.
6. Ada juga
cara lain untuk mengobati fenomena ketidak istiqamahan ini, diantaranya
:
Berdzikir kepada Allah, merenungkan kehinaan dunia, mengoreksi diri,
beramal dan aktif berdakwah.
Akhirnya segala puji bagi Allah Rabb semesta
alam. Kita berlindung kepada Allah dari al-Haur ba'dal Kaur.
"Ya Allah
(yang membolak-balikkan hati). Tetapkanlah hati-hati kami untuk selalu ta'at
kepada-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan Husnul Khotimah."
“Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS. Al Isra’: 9) “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’araf: 96)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar